Wednesday, November 26, 2008

21 Desember 2012



Di internet saat ini tengah dibanjiri tulisan yang membahas prediksi suku Maya yang pernah hidup di selatan Meksiko atau Guatemala tentang bencana (kiamat?) yang bakal terjadi pada 21 Desember 2012.

Pada manuskrip peninggalan suku yang dikenal menguasai ilmu falak dan sistem penanggalan ini, disebutkan pada tanggal di atas akan muncul gelombang galaksi yang besar sehingga mengakibatkan terhentinya semua kegiatan di muka Bumi ini.

Di luar ramalan suku Maya yang belum diketahui dasar perhitungannya, menurut Deputi Bidang Sains Pengkajian dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Bambang S Tedjasukmana, fenomena yang dapat diprakirakan kemunculannya pada sekitar tahun 2011-2012 adalah badai Matahari. Prediksi ini berdasarkan pemantauan pusat pemantau cuaca antariksa di beberapa negara sejak tahun 1960-an dan di Indonesia oleh Lapan sejak tahun 1975.

Dijelaskan, Sri Kaloka, Kepala Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan, badai Matahari terjadi ketika muncul flare dan Coronal Mass Ejection (CME).
Flare adalah ledakan besar di atmosfer Matahari yang dayanya setara dengan 66 juta kali ledakan bom atom Hiroshima. Adapun CME merupakan ledakan sangat besar yang menyebabkan lontaran partikel berkecepatan 400 kilometer per detik.

Gangguan cuaca Matahari ini dapat memengaruhi kondisi muatan antariksa hingga memengaruhi magnet Bumi, selanjutnya berdampak pada sistem kelistrikan, transportasi yang mengandalkan satelit navigasi global positioning system (GPS) dan sistem komunikasi yang menggunakan satelit komunikasi dan gelombang frekuensi tinggi (HF), serta dapat membahayakan kehidupan atau kesehatan manusia. ”Karena gangguan magnet Bumi, pengguna alat pacu jantung dapat mengalami gangguan yang berarti,” ujar Sri.

Langkah antisipatif.

Dari Matahari, miliaran partikel elektron sampai ke lapisan ionosfer Bumi dalam waktu empat hari, jelas Jiyo Harjosuwito, Kepala Kelompok Peneliti Ionosfer dan Propagasi Gelombang Radio. Dampak dari serbuan partikel elektron itu di kutub magnet Bumi berlangsung selama beberapa hari. Selama waktu itu dapat dilakukan langkah antisipatif untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan.

Mengantisipasi munculnya badai antariksa itu, lanjut Bambang, Lapan tengah membangun pusat sistem pemantau cuaca antariksa terpadu di Pusat Pemanfaatan Sains Antariksa Lapan Bandung. Obyek yang dipantau antara lain lapisan ionosfer dan geomagnetik, serta gelombang radio. Sistem ini akan beroperasi penuh pada Januari 2009 mendatang.

Langkah antisipatif yang telah dilakukan Lapan adalah menghubungi pihak-pihak yang mungkin akan terkena dampak dari munculnya badai antariksa, yaitu Dephankam, TNI, Dephub, PLN, dan Depkominfo, serta pemerintah daerah. Saat ini pelatihan bagi aparat pemda yang mengoperasikan radio HF telah dilakukan sejak lama, kini telah ada sekitar 500 orang yang terlatih menghadapi gangguan sinyal radio.

Bambang mengimbau PLN agar melakukan langkah antisipatif dengan melakukan pemadaman sistem kelistrikan agar tidak terjadi dampak yang lebih buruk. Untuk itu, sosialisasi harus dilakukan pada masyarakat bila langkah itu akan diambil.

Selain itu, penerbangan dan pelayaran yang mengandalkan satelit GPS sebagai sistem navigasi hendaknya menggunakan sistem manual ketika badai antariksa terjadi, dalam memandu tinggal landas atau pendaratan pesawat terbang.

Perubahan densitas elektron akibat cuaca antariksa, jelas peneliti dari PPSA Lapan, Effendi, dapat mengubah kecepatan gelombang radio ketika melewati ionosfer sehingga menimbulkan delai propagasi pada sinyal GPS.Perubahan ini mengakibatkan penyimpangan pada penentuan jarak dan posisi. Selain itu, komponen mikroelektronika pada satelit navigasi dan komunikasi akan mengalami kerusakan sehingga mengalami percepatan masa pakai, sehingga bisa tak berfungsi lagi.

Saat ini Lapan telah mengembangkan pemodelan perencanaan penggunaan frekuensi untuk menghadapi gangguan tersebut untuk komunikasi radio HF. ”Saat ini tengah dipersiapkan pemodelan yang sama untuk bidang navigasi,” tutur Bambang.

Sumber: Yuni Ikawati (Kompas)





Mayan Calendar

Pada sistem penanggalan didalam Kalender Bangsa Maya/Maya Calendar yg merupakan kalender paling akurat sampe sekarang yg pernah ada di bumi.(Perhitungan Maya Calendar dari 3113 SM sampai 2012 M),mereka (Bangsa Maya) menyatakan pada tahun 2012,tepatnya tanggal 21 Desember 2012,merupakan “End of Times”.maksud dari “End of Times” itu sendiri masih diperdebatkan oleh para ilmuwan, dan arkeolog.

Ada yang menyatakan bahwa maksudnya adalah :

1. Berhentinya waktu (bumi berhenti berputar)
2. Peralihan dari Zaman Pisces ke Aquarius
3. Peralihan dari Abad Silver ke Abad keemasan
4. End of Times = End of the World as we know it
5. Akan ada sebuah galactic Wave yang besar, yang memberhentikan semua kegiatan di muka bumi ini, termasuk kemusnahan manusia
6. Perubahan dari dimensi 3 ke dimensi 4, bahkan 5
7. Kehidupan manusia meningkat dari level dimensi 3, ke 4, DNA manusia meningkat dari strain 2 ke 12, sehingga manusia dapat menggunakan telepati bahkan telekinesis
8. Ada yang menyatakan tidak akan terjadi apa-apa
9. Ada yang menyatakan waktu sudah tidak akan berlaku, jadi waktu tidak linear, tetapi bisa berubah2, sesuai dengan waktu yang kita alami, karena ditemukannya mesin waktu
10. Ditemukannya mesin waktu dan stargate
11. Manusia sudah dapat melakukan transportasi ke galaxi lain, melalui stargate
12. Bangkitnya messiah, yang akan menyelamatkan manusia dari kehancuran
13. Kebangkitan Isa AS
14. First Contact pertama kali peradaban manusia dengan Alien/UFO
15. Manusia bergabung dengan komunitas antar galaxi pertama kali, manusia = galaxy being.


Bangsa Mayan

Dalam sejarah peradaban kuno dunia, bangsa Maya dikenal menguasai pengetahuan tentang ilmu falak yang khusus dan mendalam, sistem penanggalan yang sempurna, penghitungan perbintangan yang rumit serta metode pemikiran abstrak yang tinggi. Kesempurnaan dan akurasi dari pada penanggalannya membuat orang takjub.
Sekelompok masyarakat yang misterius ini tinggal di wilayah selatan Mexico sekarang (Yucatan) Guetemala, bagian utara Belize dan bagian barat Honduras. Banyak sekali pyramid, kuil dan bangunan-bangunan kuno yang dibangun oleh Maya yang masih dapat ditemui di sana. Banyak juga batu-batu pahatan dan tulisan-tulisan misterius pada meja-meja yang ditinggalkan mereka.

Para arkeolog percaya bahwa Maya mempunyai peradaban yang luar biasa. Hal itu bisa dilihat dari peninggalannya seperti buku-bukunya, meja-meja batu dan cerita-cerita yang bersifat mistik. Tetapi sayang sekali buku-buku mereka di perpustakaan Mayan semuanya sudah dibakar oleh tentara Spanyol ketika menyerang sesudah tahun 1517. Hanya beberapa tulisan pada meja-meja dan beberapa system kalender yang membingungkan tersisa sampai sekarang.

Seorang sejarahwan Amerika, Dr. Jose Arguelles mengabdikan dirinya untuk meneliti peradaban bangsa ini. Ia mendalami ramalan Maya yang dibangun di atas fondasi kalender yang dibuat bangsa itu, dimana prediksi semacam ini persis seperti cara penghitungan Tiongkok, ala Zhou Yi. Kalendernya, secara garis besar menggambarkan siklus hukum benda langit dan hubungannya dengan perubahan manusia.

Dalam karya Arguelles, The Mayan Factor: Path Beyong Technology yang diterbitkan oleh Bear & Company pada 1973, disebutkan dalam penanggalan Maya tercatat bahwa sistim galaksi tata surya kita sedang mengalami ‘The Great Cycle’ (siklus besar) yang berjangka lima ribu dua ratus tahun lebih. Waktunya dari 3113 SM sampai 2012 M. Dalam siklus besar ini, tata surya dan bumi sedang bergerak melintasi sebuah sinar galaksi (Galatic Beam) yang berasal dari inti galaksi. Diameter sinar secara horizontal ini ialah 5125 tahun bumi. Dengan kata lain, kalau bumi melintasi sinar ini akan memakan waktu 5125 tahun lamanya.

Orang Maya percaya bahwa semua benda angkasa pada galaksi setelah selesai mengalami reaksi dari sinar galaksi dalam siklus besar ini, akan terjadi perubahan secara total, orang Maya menyebutnya, penyelarasan galaksi (Galatic Synchronization). Siklus besar ini dibagi menjadi 13 tahap, setiap tahap evolusi pun mempunyai catatan yang sangat mendetail. Arguelles dalam bukunya itu menggunakan banyak sekali diagram-diagram untuk menceritakan kondisi evolusi pada setiap tahap. Kemudian setiap tahap itu dibagi lagi menjadi 20 masa evolusi. Setiap masa itu akan memakan waktu 20 tahun lamanya.

Dari masa 20 tahun antara tahun 1992-2012 itu, bumi kita telah memasuki tahap terakhir dari fase Siklus Besar, bangsa Maya menganggap ini adalah periode penting sebelum masa pra-Galatic Synchronization, mereka menamakannya: The Earth Generetion Priod (Periode Regenerasi Bumi). Selama periode ini bumi akan mencapai pemurnian total. Setelah itu, bumi kita akan meninggalkan jangkauan sinar galaksi dan memasuki tahap baru: penyelarasan galaksi.

Pada 21 Desember 2012 akan menjadi hari berakhirnya peradaban umat manusia kali ini, dalam perhitungan kalender Maya. Sesudah itu, umat manusia akan memasuki peradaban baru total yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan peradaban sekarang. Pada hari itu, tepatnya musim dingin tiba, matahari akan bergabung lagi dengan titik silang yang terbentuk akibat ekliptika (jalan matahari) dengan ekuator secara total. Saat itulah, matahari tepat berada di tengah-tengah sela sistem galaksi, atau dengan kata lain galaksi terletak di atas bumi, bagaikan membuka sebuah “Pintu Langit” saja bagi umat manusia.

Mulai 1992, bumi memasuki apa yang oleh bangsa Maya disebut ‘Periode Regenerasi Bumi”. Pada periode ini, Bumi dimurnikan, termasuk juga hati manusia, (ini hampir mirip ramalan orang Indian Amerika-Utara terhadap orang sekarang ini), subtansi yang tidak baik akan disingkirkan, dan substansi yang baik dan benar akan dipertahankan, akhirnya selaras dengan galaksi (alam semesta), ini adalah singkapan misteri dari gerakan sistem galaksi kita yang diperlihatkan oleh bangsa Maya.

Sejak tahun 1992 sampai 2012 nanti, bagaimana terjadi “pemurnian” dan bagaimana pula terjadi “regenerasi” pada bumi kita ini, tidak disebutkan secara detail oleh bangsa Maya. Dalam ramalan mereka pun tidak menyinggung tentang apa hal konkret yang memberikan semangat manusia untuk bangkit dari kesadaran dan bagaimana bumi mengalami permurnian, yang ditinggalkan oleh mereka kepada anak cucunya (barangkali tidak tercatat). Lantas, fenomena baru apa yang sudah bisa kita lihat sejak tahun 1992 sampai sekarang yang bisa kita kaitkan dengan ramalan bangsa Maya yang beradab itu?

Mungkin sudah diatur, bahwa kalender Maya tidak hilang dan sejarah manusia, dan harus diuraikan dengan kode oleh manusia sekarang. Namun ia tetap saja harus dilihat, apakah umat manusia yang terpesona oleh konsepsinya yang trerbentuk sesudah kelahiran dapat menembus batas-batas untuk mengingatkan dan memahami kebenaran yang melampoi sistim pengetahuan kita.

Sebenarnya, jika ditinjau dari beberapa penelitian yang telah dilakukan saat ini.Memang pada beberapa dua dasawarsa belakangan ini,bumi sedang mengalami suatu siklus yang dinamakan pembalikan daya magnet kutub.

Pembalikan daya magnet kutub adalah proses yang terjadi pada waktu kutub utara dan kutub selatan saling bertukar posisi. Ketika ini terjadi, untuk beberapa saat medan magnet bumi mencapai Gauss nol, yang berarti bumi pada waktu itu punya daya magnet nol. Ketika ini terjadi bersamaan dengan perbalikan orbit sebelas tahunan kutub matahari, masalah besar akan terjadi.

Menurut perhitungan computer Hyderabad, pembalikan kutub Bumi dan Matahari dapat mengakibatkan masalah besar selain elektronik tidak bekerja dengan semestinya, burung yang bermigrasi kehilangan haluan, dan bermacam macam:

1. Sistem ketahanan tubuh semua hewan dan termasuk manusia akan banyak melemah.
2. Lapisan luar bumi akan mengalami pertambahan gunung berapi, pergerakan tektonik, gempa bumi, dan tanah longsor.
3. Medan magnet Bumi akan melemah dan radiasi alam semesta berasal dari matahari bertambah berlipat ganda mengakibatkan bahaya radiasi seperti kanker dan sebagainya tidak dapat dihindari
4. Benda-benda angkasa akan tertarik masuk ke Bumi
5. Daya gravitasi Bumi akan mengalami perubahan meskipun tidak diketahui bagaimana ia akan berubah


Jika anda menambahkan semua skenario bencana yang mungkin terjadi, anda dapat dengan mudah mengatakan dengan kalimat sederhana ini, Bumi dapat menjadi tempat yang tidak cocok untuk ditinggali peradaban manusia pada 2012 ataupun mereka yang hidup dekat lapisan luar bumi. Hal ini mungkin saja dapat terjadi pada Mars jutaan tahun yang lalu.

Mungkin benar adanya apa yang dikatakan Bangsa Maya mengenai kehancuran perdaban manusia di tahun 2012 esok,hal tersebut tentunya dapat kita lihat dari sifat-sifat manusia zaman sekarang yang tau sendirikan bagaimana moralnya,kelakuan,dll, dan alam-pun kelihatannya semakin tidak bersahabat dengan kita.

Ramalan serupa juga diutarakan oleh Beberapa Biksu di Tibet yang terkenal pengan penguasaan clairvoyance-nya yang sangat baik.Mereka mengatakan pada awal tahun 2012 merupakan tahun paling mendebarkan bagi umat manusia di muka Bumi,dimana pada permulaan tahun,beberapa fenomena aneh akan banyak bermunculan. Namun dalam penutupnya, para Biksu mengatakan Bumi akan terselamatkan oleh sebuah kekuatan besar yang melindungi mereka secara kasat mata, sehingga memungkinkan peradaban manusia tidaklah sepenuhnya musnah.

Memang tidak ada seorangpun yang bisa meramalkan kapan tepatnya kiamat itu datang. Tapi dilain sisi, kita percaya akan regenarasi suatu peradaban yang diramalkan para Orang Bangsa Maya ditahun 2012 nanti.

Ini (mungkin)bukanlah suatu kehancuran Alam semesta secara keseluruhan (Jadi belum bisa diartikan kiamat yang sebenarnya), mungkin nantinya secuil para manusia-manusia yang terselamatkan dari bencana akan kembali membangun tonggak peradaban baru yang lebih baik dan lebih bermoral daripada kita.

Wallahualam bi shawab.Tapi intinya, mau kiamat itu datangnya kapan, pokoknya mulai sekarang kita harus wajib bertobat dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya.

(Sumber : Dipta, Wikipedia, dll)

Wednesday, November 12, 2008

Rupiah terus terjerembab..


Badai krisis global terus bergulir merontokkan nilai rupiah hingga ke kisaran Rp. 11000,- per US dollar. Belum terlihat dampak upaya pemerintah untuk menahan laju rontoknya rupiah, yg semoga saja tidak terjerembab seperti pada tahun 1998 yg mencapai Rp. 17000,-.


A Tony Prasetiantono menulis:
Saya setuju dengan pendapat yang menyatakan, tidak akan pernah ada krisis ekonomi yang berulang dan sama persis kejadiannya. Setiap krisis pasti memiliki karakteristik yang khas dan unik. Misalnya, depresi ekonomi dunia tahun 1930-an, pasti sulit dibandingkan dengan krisis finansial 2008, baik dari sisi kausalitas, besaran, maupun implikasinya.
Meski demikian, kita tetap bisa mempelajari (lesson learned) krisis-krisis pada masa lalu sebagai bekal untuk menghadapi krisis terkini dan antisipasi pada masa datang. Masih banyak hal yang tetap relevan meski krisis sebelumnya terjadi jauh di belakang, pada masa yang berbeda, dengan setting dan konteks berbeda. Itu tak menghalangi kita untuk mempelajari, membandingkan, dan menentukan langkah-langkah yang seyogianya ditempuh.

Ekuilibrium baru rupiah
Merosotnya rupiah yang kemarin menembus Rp 11.000 per dollar AS (4/11/ 2008), mau tak mau membangkitkan ingatan kita pada kenangan buruk krisis 1998. Kini orang mulai bertanya-tanya, akankah kita bakal mengalami deja vu alias mengulang pengalaman 1998? Apakah rupiah bakal terus terpuruk hingga level seperti dulu, misalnya Rp 15.000 per dollar AS?
Hal paling utama yang membedakan krisis ekonomi 2008 dengan 1998 adalah faktor politik. Pada tahun 1998 krisis ekonomi bercampur kepanikan politik luar biasa saat rezim Soeharto hendak tumbang. Begitu sulitnya merobohkan bangunan rezim Soeharto sehingga harus disertai pengorbanan besar berupa kekacauan (chaos), yang mengakibatkan pemilik modal dan investor kabur dari Indonesia.
Pelarian modal besar-besaran (flight for safety) karena kepanikan politik ini praktis lebih dahsyat daripada pelarian modal yang dipicu oleh pertimbangan ekonomi semata (flight for quality).
Karena itu, rupiah merosot amat drastis dari level semula Rp 2.300 per dollar AS (pertengahan 1997) menjadi level terburuk Rp 17.000 per dollar AS (Januari 1998). Dari perspektif ekonomi, cukup sulit untuk dijelaskan mengapa rupiah bisa terpuruk sedemikian besar. Kalaupun nilai rupiah sebelumnya dianggap terlalu mahal (overvalued), koreksi itu terlampau besar. Satu-satunya penjelasan hanyalah: dalam situasi kekacauan politik, rupiah bisa merosot berapa saja. Ini soal politik!
Kini, situasinya berbeda. Memang ada kecemasan terhadap kondisi ekonomi global dan nasional, tetapi sejauh ini tidak terkontaminasi dengan faktor politik. Akibatnya, koreksi kurs rupiah, dari level Rp 9.200 per dollar AS (sebelum bangkrutnya Lehman Brothers, 15 September 2008) menjadi kini Rp 11.000 per dollar AS, relatif bisa dijelaskan.
Sebelum ini, rupiah sebenarnya sudah overvalued. Setidaknya ada dua indikasinya.
Pertama, neraca perdagangan (selisih antara ekspor dan impor) terus melemah. Impor terus meningkat cepat, menjadi rata-rata 11 miliar dollar AS per bulan. Pada periode Januari-September 2008, surplus ekspor kita hanya sembilan miliar AS (ekspor 107 miliar dollar AS, dan impor 98 milar dollar AS). Ini kemunduran besar karena surplus ekspor pada 2007 dan 2006 masing-masing 40 miliar dollar AS.
Terlalu kuatnya rupiah (dan sebaliknya terlalu lemahnya dollar AS) menyebabkan masyarakat kita menjadi terlalu konsumtif terhadap produk-produk impor. Dalam rupiah, barang-barang impor menjadi terasa murah. Akibatnya, impor ”meledak”. Untuk menghambat melonjaknya impor, rupiah perlu dikoreksi, berupa depresiasi.
Kedua, Indonesia ternyata merupakan salah satu emerging countries yang tidak kebal dalam hal inflasi. Negara emerging market yang paling tinggi inflasinya adalah Vietnam, dengan 25 persen. Inflasi Indonesia kini sekitar 12 persen. Padahal, inflasi AS, meski tertekan berat harga minyak dunia, ”hanya” lima persen (level ini termasuk tinggi untuk ukuran AS, yang inflasi normalnya dua persen).
Dengan asumsi ceteris paribus (faktor- faktor lain yang bisa berpengaruh tidak mengalami perubahan), mestinya rupiah harus didepresiasi, misalnya dengan tujuh persen. Jika sebelumnya kurs rupiah Rp 9.300 per dollar AS, kurs baru yang wajar sekitar Rp 10.000 per dollar AS.
Kejadian ini juga menimpa banyak mata uang lain, khususnya mata uang kuat (hard currencies). Contohnya, poundsterling yang pernah sedemikian kuat kursnya (hampir dua dollar AS per sterling) kini terkoreksi menjadi 1,5 dollar AS. Euro yang pernah amat kuat hingga 1,6 dollar AS per euro juga terkoreksi menjadi 1,25 dollar AS per euro. Begitu pula dollar Australia, yang kursnya nyaris sama dengan dollar AS, kini tinggal 0,6 dollar AS per dollar Aussie. Rata-rata berbagai mata uang itu terdepresiasi sekitar 25 persen.
Semua negara itu, ketika mata uangnya overvalued (sebaliknya dollar AS undervalued) mengalami masalah dalam neraca perdagangannya. Inggris, Zona Euro, dan Australia mengalami defisit perdagangan. Inggris menjadi yang terburuk, dengan defisit 189 miliar dollar AS.
Berdasarkan analisis ini, secara alamiah, sekarang ini sedang terjadi proses koreksi, atau mencari ekuilibrium baru mata uang berbagai negara. Mata uang yang semula overvalued (misalnya poundsterling, euro, dollar Aussie, dan rupiah) harus terdepresiasi. Sebaliknya, dollar AS yang semula tertekan dan undervalued kini mengalami rebound atau terapresiasi. Proses ini akan terus berlangsung hingga suatu saat menemukan titik keseimbangan baru.
”Blanket guarantee”
Selain faktor koreksi kurs, depresiasi rupiah juga disebabkan dua hal.
Pertama, euforia pemilihan presiden AS pada 4 November 2008 telah menimbulkan tumbuhnya harapan-harapan baru terhadap masa depan perekonomian AS. Untuk sementara, banyak orang memindah kekayaannya menjadi dollar AS.
Kedua, penjaminan simpanan di bank hanya sampai Rp 2 miliar per rekening. Menurut data Lembaga Penjaminan Simpanan, sebanyak 99,02 persen penabung kita rekeningnya di bank senilai di bawah Rp 2 miliar. Jadi, jika pemerintah menjamin simpanan hingga Rp 2 miliar, itu berarti melindungi mayoritas nasabah.
Cara pandang ini sepintas tampaknya sudah benar. Namun, tunggu dulu. Ternyata dari hanya 0,08 persen nasabah penabung—yang terdiri dari 61.000 rekening (baik institusi maupun perorangan)—nilai tabungannya mencapai Rp 600 triliun. Jumlah ini amat signifikan dan amat berpotensi untuk dilarikan ke luar negeri (capital flight).
Terlebih pada saat sekarang, dua tetangga terdekat sekaligus kompetitor terberat dalam menarik dana asing jangka pendek, yakni Singapura dan Malaysia, sudah menjamin 100 persen simpanan di bank (blanket guarantee), hingga tahun 2010. Kendati kita menyadari skema itu rawan moral hazard (bankir bisa berkurang kehati-hatiannya), tetapi kita tak bisa menundanya karena kompetitor sudah melakukannya.
Dugaan saya, skema blanket guarantee akan banyak membantu upaya memperkuat kurs rupiah karena tekanan pull out (penarikan dana dari bank-bank kita untuk ditempatkan di luar negeri) akan berkurang. Jika rupiah menguat, misalnya stabil di ekuilibrium baru Rp 10.000 per dollar AS, maka ”operasi” penurunan suku bunga pun bisa mulai dilakukan.
Kita berharap BI rate tahun depan kembali ke level 8 persen. Inilah momentum yang harus segera diciptakan bersama oleh pemerintah dan Bank Indonesia sehingga rupiah tidak akan deja vu ke era 1998.

Sumber : A Tony Prasetiantono Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM; Chief Economist BNI.