Thursday, December 18, 2008

Pa(l)jak Penghasilan WNI yg bekerja di LN


Jika menyimak apa yg di sampaikan oleh Ketua Pansus PPh DPR-RI, Melchias Mekeng (Fraksi GOLKAR) tentang Pajak Penghasilan bagi Warga Negara Indonesia yg bekerja dan tinggal di luar negeri (berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari) dalam wawancaranya dengan Radio BBC London , maka jika si TKI tersebut memiliki NPWP akan di kenai pajak penghasilan yg terutang di Indonesia.


Contoh kasus 1

Si Inem bekerja di Dubai sebagai pembantu rumah tangga dengan gaji AED 800 per bulan atau sekitar Rp. 2.32 juta per bulan (kurs 1 AED = Rp. 2900). Dalam satu tahun Inem menerima gaji sebesar Rp. 27.840.000,-. Meski cuma bekerja sebagai prt, Si Inem masih menyisihkan gajinya untuk berzakat kepada saudara-saudara di kampungnya sebesar 2.5%, atau Rp. 698.000. Sehingga gaji Inem tinggal Rp. 27.142.000,-. Penghasilan Tidak Kena pajak sebesar Rp. 13.2 jt; maka penghasilan Si Inem yg kena pajak sebesar Rp. 13.942.000 (kebetulan Si inem belum berkeluarga)

Menurut penjelasan dari Ketua Pansus PPh DPR-RI di atas, maka Si Inem termasuk yg di kenai pajak di Indonesia; sebesar 5% (Range 0 - 25 jt); yaitu sebesar Rp. 697.100,-.

Seandainya Si Inem tidak mempunyai NPWP, dia khawatir akan di kenai Fiskal sebesar Rp. 3 jt ketika akan balik lagi ke Dubai saat di beri cuti oleh majikannya. Karena itu pilihan Si Inem pasti lebih memilih membuat NPWP dari pada di kenai Fiskal Rp. 3 jt. Namun SI Inem masih berharap, semoga pengecualian membayar Fiskal untuk para TKI masih berlaku seperti tahun-tahun sebelumnya. Tapi Si Inem bingung juga dengan banyaknya media yg memberitakan, per 1 Januari 2009, Fiskal luar negeri naik dari Rp. 1 jt menjadi Rp. 3 jt bagi yg tidak punya NPWP.

Contoh Kasus 2

Si Sronto bekerja di Dubai sebagai operator mesin dengan gaji AED 14.500,- per bulan; atau sekitar Rp. 42.050.000,-; per tahunnya dia dapet gaji Rp. 504.6 jt. Keluarganya di ajak tinggal di Dubai dan dia mempunyai anak 1 orang yg sekolah di Dubai juga. Kebetulan Sronto beragama bukan Islam, sehingga penghasilannya nggak ada yg di kurangi zakat.

PTKP untuk keluarga Sronto sebesar Rp. 13.2 jt + Rp. 1.2 jt + Rp. 1.2 jt; total Rp. 15.6 jt. Sehingga penghasilan Sronto yg di kenai pajak adalah Rp. 504.6 jt - Rp. 15.6 jt = Rp. 489 jt.

Pajak yg harus di bayar Sronto adalah:
5% x Rp. 25 jt = Rp. 1.25 jt
10% x Rp. 25 jt = Rp. 2.5 jt
15% x Rp. 50 jt = Rp. 7.5 jt
30% x Rp. 100 jt = Rp. 30 jt
35% x Rp. 289 jt = Rp. 101.15 jt

Total pajak penghasilan yg harus di bayar Sronto adalah Rp. 142.4 juta; atau 28.22% dari total penghasilannya dalam satu tahun.

Petugas Pajak (seandainya hal tersebut terjadi) tahunya gaji Sronto yg Rp. 504.6 jt per tahun berdasar gaji yg di informasikan Sronto waktu mendaftar NPWP (Sronto orangnya jujur). Dia nggak mau tahu bahwa gaji sebesar itu bagi Si Sronto adalah pas-pas an untuk tinggal di Dubai bersama keluarga. Si Petugas juga nggak mau tahu kalo harga beras di Dubai sekitar Rp. 17.500,- per kilo.

Dengan gaji AED 14.500 per bulan atau AED 174.000 per tahun, Si Sronto punya pengeluaran sebagai berikut:

- Sewa apartement sebesar AED 80.000 per tahun
- Biaya sekolah anak AED 10.000 per tahun
- Biaya hidup sehari-hari AED 50.000 per tahun
- Biaya lain-lain tak terduga AED 10.000 per tahun
Sehingga total pengeluaran per tahunnya sebesar AED 150.000 per tahun.

Dengan pengeluaran tersebut Si Sronto punya sisa sebesar AED 24.000 per tahun; atau sebesar Rp. 69.6 juta per tahun. (Waktu di Indonesia, boro-boro punya sisa uang, gaji yg di dapet pas banget, kadang malah harus ngutang ke koperasi. lha wong gajinya cuma Rp. 2 jutaan per bulan)

Jika berdasar hitungan di atas, Si Sronto di kenai pajak sebesar Rp. 142.4 juta; aduhhhh... alamak... gajinya malah jadi minus 72.8 juta per tahun. Mau diambilkan dari mana lagi untuk nutupi kekurangan bayar pajaknya.

Namun semoga saja, hal yang saya tulis di atas tidak terjadi pada TKI-TKI yg udah mati-matian bekerja, rela meninggalkan tanah air, jauh dari sanak-keluarga, sekiranya apa yg di sampaikan oleh Humas Ditjen Pajak, Djoko Slamet Surjoputro, pada bagian akhir wawancara, adalah penjelasan yg benar mengenai UU Pajak Penghasilan No. 36 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 4.

Dengan adanya dua penjelasan yg berbeda antara Ketua Pansus PPh DPR-RI dengan Humas Ditjen Pajak RI, yang notabene keduanya adalah barisan top level pemerintahan; kira-kira apa yg terjadi actualnya di level-level bawah pelaksana undang-undang tersebut. Apakah seperti yg di jelaskan oleh Ketua Pansus PPh atau seperti yg di jelaskan oleh Humas Ditjen Pajak; atau malah sama sekali berbeda dari kedua-duanya.

Note:
(Image di ambil dari blognya Pak Dhe Rovicky tanpa ijin; semoga aja boleh :D...)

1 comment:

Anonymous said...

hahaha yg namanya palak eh pajak itu ndak ada yang seragam.
Mesti bisa adu argumentasi.
http://rovicky.wordpress.com/2008/12/23/hanya-dengan-pengetahuan-kita-dapat-merubah-palak-menjadi-pajak/